Daisypath Anniversary tickers

Tuesday, June 15, 2010

Istihadhah

kali ni saya nak kongsikan pula tentang Istihadhah..saya sedang mengalami masalah ini sekarang..kadang2 risau juga sebab terlalu lama.hari ni dah mencapai 32 hari...saya tak tahu ianya disebabkan IUD yang saya baru pasang pada mac lalu atau sebab saya amalkan MAB.Saya baru habiskan sebotol MAB..

TA’RIF/PENGERTIAN ISTIHADHAH

Di kalangan wanita ada yang mengeluarkan darah dari farji-nya di luar kebiasaan bulanan dan bukan karena sebab kelahiran. Darah ini diistilahkan darah istihadlah. Al Imam An Nawawi rahimahullah dalam Syarah-nya terhadap Shahih Muslim mengatakan : “Istihadlah adalah darah yang mengalir dari kemaluan wanita bukan pada waktunya dan keluarnya dari urat.” (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi 4/17. Lihat pula Fathul Bari 1/511)

PERBEDAAN ANTARA DARAH HAID DAN DARAH ISTIHADHAH
1. Perbedaan warna. Darah haid umumnya hitam sedangkan darah istihadlah umumnya merah segar.

2. Kelunakan dan kerasnya. Darah haid sifatnya keras sedangkan istihadlah lunak.

3. Kekentalannya. Darah istihadlah mengental sedangkan darah haid sebaliknya.

4. Aromanya. Darah haid beraroma tidak sedap/busuk.

HUKUM-HUKUM ISTIHADLAH

Hukum wanita yang istihadlah sebagaimana hukum wanita yang suci, tidak ada bedanya kecuali pada hal berikut ini :

Pertama : Wanita istihadlah bila ingin wudlu maka ia mencuci bekas darah dari kemaluannya dan menahan darahnya dengan kain berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada Hamnah.

Kedua : Dalam hal senggama dengan istri yang sedang istihadlah, ulama telah berselisih tentang kebolehannya, namun tidak dinukilkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adanya larangan, padahal banyak wanita yang ditimpa istihadlah pada masa beliau. Dan juga Allah Ta’ala berfirman :

“Maka jauhilah (jangan menyetubuhi) para istri ketika mereka sedang haid.” (Al Baqarah : 222)

Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala hanya menyebutkan haid, yang berarti selain haid tidak diperintahkan untuk menjauhi istri. (Risalah fid Dimaa’ halaman 50)

APAKAH WAJIB MANDI SETIAP AKAN SHALAT ?

Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan bahwa Ummu Habibah istihadlah selama 7 tahun dan ia menanyakan perkaranya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Maka beliau memerintahkan kepada Ummu Habibah untuk mandi dan beliau mengatakan : “Darah itu dari urat.” Adalah Ummu Habibah mandi setiap akan shalat. (HR. Bukhari dalam Shahih-nya nomor 317 dan Muslim halaman 23)

Al Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dari jalan Al Laits bin Sa’ad dari Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah. Dan pada akhir hadits, Al Laits berkata : “Ibnu Syihab tidak menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan Ummu Habibah bintu Jahsyin untuk mandi setiap akan shalat, akan tetapi hal itu dilakukan atas kehendak Ummu Habibah sendiri. Dengan demikian Al Laits berpendapat mandi setiap akan shalat bagi wanita istihadlah bukanlah dari perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Dan apa yang dipandang oleh Al Laits ini juga merupakan pendapatnya Jumhur Ulama sebagaimana dinukilkan dari mereka oleh Al Imam An Nawawi dalam Syarhu Muslim (4/19) dan Al Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 1/533. Al Imam An Nawawi berkata : “Ketahuilah tidak wajib bagi wanita istihadlah untuk mandi ketika akan mengerjakan shalat, tidak pula wajib mandi dari satu waktu yang ada kecuali sekali saja setiap berhentinya haid. Dengan ini berpendapat Jumhur Ulama dari kalangan Salaf
dan Khalaf.” (4/19-20)

Adapun hadits yang ada tambahan lafadh :

“Nabi memerintahkannya (Ummu Habibah) untuk mandi setiap akan shalat.”

Adalah tambahan yang syadz karena Ibnu Ishaq –seorang perawi hadits ini– salah dalam membawakan riwayat sementara para perawi lainnya yang lebih kuat, meriwayatkan hadits ini dari Ibnu Syihab dengan lafadh : “Adalah Ummu Habibah mandi setiap akan shalat.” Dan perbedaan antara kedua lafadh ini jelas sekali. Bahkan Laits bin Sa’ad dan Sufyan Ibnu ‘Uyainah –dua dari perawi yang kuat– jelas-jelas mengatakan dalam riwayat Abu Daud bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak memerintah Ummu Habibah untuk mandi. (Lihat Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/220-221)

As Syaikh Shiddiq berkata dalam Syarah Ar Raudlah : “Tidak datang dalam satu hadits pun (yang shahih) adanya kewajiban mandi untuk setiap shalat (bagi wanita istihadlah), tidak pula mandi setiap dua kali shalat dan tidak pula setiap hari. Tapi yang shahih adalah kewajiban mandi ketika selesai dari waktu haid yang biasanya (menurut ‘adat) atau selesainya waktu haid dengan tamyiz sebagaimana datang dalam hadits Aisyah dalam Shahihain dan selainnya dengan lafadh : “Maka apabila datang haidmu, tinggalkanlah shalat dan bila berlalu cucilah darah darimu dan shalatlah.” Adapun dalam Shahih Muslim disebutkan Ummu Habibah mandi setiap akan shalat maka ini bukanlah hujjah karena hal itu dilakukan atas kehendaknya sendiri dan bukan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, bahkan yang ada, Nabi mengatakan kepadanya : “Diamlah engkau (tinggalkan shalat) sekadar hari haidmu kemudian (bila telah suci) mandilah.” (Lihat Bulughul Maram halaman 53 dengan catatan kaki pembahasan As Syaikh
Al Albani dan lain-lain)

Mandi setiap akan shalat bagi wanita istihadlah merupakan suatu kesulitan sementara kita tahu bahwa syariat ini mudah. Allah Ta’ala berfirman :

“Allah tidak menjadikan bagi kalian dalam agama ini suatu kesulitan.” (Al Hajj : 78)

Ibnu Taimiyyah berpendapat sebagaimana dinukil dalam kitab Bulughul Maram (halaman 53 dengan catatan kaki) bahwasannya mandi setiap shalat ini hanyalah sunnah tidak wajib menurut pendapat imam yang empat, bahkan yang wajib bagi wanita istihadlah adalah wudlu setiap shalat lima waktu menurut pendapat jumhur, di antaranya Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad.

APAKAH WAJIB WUDLU SETIAP AKAN SHALAT ?

Al Imam Al Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasannya Fathimah bintu Abi Hubaisy datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan mengadukan istihadlah yang menimpanya dan ia bertanya : “ ‘Apakah aku harus meninggalkan shalat?’ Maka Nabi mengatakan :

‘Tidak itu hanyalah urat bukan haid, maka apabila datang haidmu tinggalkanlah shalat dan jika berlalu maka cucilah darah haidmu kemudian shalatlah.’ “ (HR. Bukhari : 228)

Hadits di atas dalam riwayat Nasa’i dari jalan Hammad bin Zaid ada tambahan lafadh :

“Berwudlulah”

Setelah lafadh :

“Cucilah darah haidmu”

Sehingga dalam riwayat Nasa’i, lafadh hadits di atas adalah :

“Cucilah darah haidmu, wudlulah, dan shalatlah.” (HR. Nasa’i 1/185)

Al Imam Muslim ketika meriwayatkan hadits ini dalam Shahih-nya (4/21) tanpa tambahan di atas sebagaimana Al Imam Al Bukhari membawakan tanpa tambahan dan Al Imam Muslim memberikan isyarat lemahnya tambahan tersebut dengan ucapannya : “Dalam hadits Hammad bin Zaid ada tambahan yang kami tinggalkan penyebutannya.”

Kata Al Imam An Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim mengutip ucapan Qadli ‘Iyyadl : “Tambahan yang ditinggalkan penyebutannya oleh Al Imam Muslim adalah :2. An Nasa’i dan lainnya menyebutkan tambahan ini, sedangkan Imam Muslim membuangnya karena Hammad, salah seorang perawi hadits ini, bersendiri dalam menyebutkan tambahan tersebut (adapun perawi-perawi lain tidak menyebut tambahan : ‘Berwudlulah’ pent.). An Nasa’i sendiri mengatakan : “Kami tidak mengetahui adanya seorang pun selain Hammad yang mengatakan/menyebutkan : ‘Berwudlulah’ “ (Syarah Muslim 4/22)

Demikian pula Imam Tirmidzi, Darimi, Ahmad, dan Nasa’i sendiri dari jalan Khalid Ibnul Harits dan Malik meriwayatkan tanpa tambahan di atas. (Lihat Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/224, 226)

Dengan demikian jelaslah perintah wudlu bukanlah datang dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan perintah yang datang dalam masalah ini adalah lemah sebagaimana dilemahkan oleh Ahli Ilmu. Namun jangan sampai dipahami bahwa yang wajib adalah mandi setiap shalat dan sudah lewat penyebutan kami tentang masalah mandi bagi wanita istihadlah ini. Walhamdulillah.

HUKUM JIMA’ (SENGGAMA) DENGAN ISTRI YANG SEDANG ISTIHADLAH

Dalam hal ini ada perselisihan pendapat. Jumhur memandang boleh, sementara ada ulama yang berpendapat tidak boleh kecuali bila masa istihadlahnya panjang. Dan ada yang tidak membolehkannya sama sekali karena menyamakan istihadlah dengan haid. Namun yang kuat dalam hal ini adalah pendapat jumhur karena jelas wanita istihadlah beda dengan wanita haid dengan dalil yang ada dan tidak ada larangan dari Nabi untuk jima’ dengan istri yang istihadlah. Dan juga ada ayat umum :

“Istri-istri kalian adalah ladang bagi kalian.” (Al Baqarah : 223)

Al Imam Al Bukhari membawakan ucapan Ibnu Abbas dalam kitab Shahih-nya dengan tanpa sanad yang maknanya wanita istihadlah boleh digauli oleh suaminya sebagaimana ia dibolehkan untuk shalat sementara shalat itu perkara yang agung. (Shahih Bukhari. Kitabul Haid bab ‘Apabila wanita haid melihat dirinya suci’)

Dalam Syarah-nya terhadap ucapan Ibnu Abbas di atas, Al Hafidh Ibnu Hajar berkata : “Yakni bila wanita istihadlah dibolehkan shalat maka kebolehan jima’ dengannya lebih utama karena perkara shalat lebih agung dari perkara jima’.” (Fathul Bari 1/535)

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Al Mughni (1/339) : “Diriwayatkan dari Ahmad bolehnya menggauli istri yang istihadlah secara mutlak tanpa syarat dan ini merupakan pendapat kebanyakan ahli fiqih.”

Al Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan dalam Al Majmu’ Syarhil Muhadzdzab (2/372) : “Boleh dalam madzhab kami untuk jima’ dengan istri yang sedang istihadlah pada saat dihukumi sebagai suci, sekalipun darah (istihadlah) dalam keadaan mengalir. Dan hal ini tidak ada perselisihan di sisi kami… .”

Al Imam As Shan’ani menyatakan boleh jima’ dengan istrti yang sedang istihadlah menurut pendapat jumhur ulama karena wanita yang istihadlah sama dengan wanita yang suci dalam kebolehan shalat, puasa dan selain keduanya, maka demikian pula dalam perkara jima’. Dan jima’ tidak diharamkan kecuali ada dalil, sementara tidak ada dalil dalam perkara ini.” (Subulus Salam 1/157)

Al Imam As Syaukani juga menyebutkan pendapat jumhur ini dalam kitabnya Nailul Authar (1/392)

semoga perkongsian artikel ni dapat memberi faedah untuk kita semua..sebelum ni,xambik tahu pun,dah kena batang hidung sendiri,barulah nak ambil tahu..huhu

8 comments:

ashra said...

pasang IUD le wat period kita tak stabil kan??..tah,tatau lebih lanjut. doc ckp pe ek?
atun gi la jumpe doc,ty masalah atun ni..risau gak kalu istihadah berlarutan

♥ Che NamNam ♥ said...

TQ for the info..

hermmm ko ader masalah istihadah nie ker?dah lamer ker?tak jumper doc?

eh ko dok teping eh?teping kat ner?

aiseh banyak plak soklan haku kann..dah kener bahdi bertanya la niee..hukhuk

ummu said...

salam Atun
memang kena sabar banyak kan bila mengalami maslah istihadah ni.kalau akak sampai keluar masuk wad.erm dan nanti sampai rasa sejuk sangat. selalunya ambil produk herba alhamdulillah panas balik rasa di badan..

halimatun said...

k.ash:dah tanya doc,dia ckp biasa la sbb baru pakai memang mcm tu..lgpun,ni 1st time period lepas pasang mac ritu..sb tu banyak..

k.shi3la:ye kak saya duk kamunting..bru bln ni je ada mslh tu..harini dah mcm nak kering dah..alhamdulillah...

Ummu:ye Ummu agak susahla..kebersihan sentiasa kena jaga takut infection plak..tapi nasib baik,xdela mslah sejuk ke apa..badan pun sihat mcm biasa...

ayukhairy said...

ni bukan kesan daripada pasang IUD kan?

atun, thanks for sharing ye..
akak pun risau kalau benda ni terjadi pada akak..

halimatun said...

k.Ayu..tula masalahnya..tatau sbb MAB or IUD.tapi rasanya bukan sbb IUD sbbnya ms start makan MAB tu,period memang dh nak kering dah.start je makan MAB,terus banyak balik period...

Naimatul Hafizah Nor Rodin said...

atun,
lama betul atun istihadhah yer...
gi la jumpa doc...tanya betul2. takut ada kesan dari IUD jer....

halimatun said...

k.fiza:aritu dh tanya dr..dia ckp xperlu risau..skrg ni dh nak kering dah,alhamdulillah...